Header UtamaWBK

Written by Faisal Saleh on . Hits: 2671

AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUUVIII/2010
TERHADAP PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK LUAR PERKAWINAN

Oleh: Dr. H. Bahruddin Muhammad

 

Anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak sah disebut dengan istilah anak tidak sah atau anak luar perkawinan. Konsekwensi normatif, terminologi anak tidak sah atau anak luar kawin membawa akibat hukum terhadap pengakuan hak konstitusional anak dan sebaliknya. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, anak luar perkawinan tidak memperoleh hak-hak konstitusional sebagai warga negara yang menganut prinsip Negara hukum. Secara konstitusional, hal tersebut telah merugikan hak anak terutama dibidang kewarisan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, menjadi angin segar bagi anak luar perkawinan untuk memperoleh kembali hak tersebut. Prinsip persamaan derajat yang menjadi dasar pemikiran dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 telah sesuai dengan prinsip masalihu al-‘am (kemaslahatan umum) yang melindungi jiwa anak (hifdzu al-nafs) sebagai generasi penerus kehidupan manusia (hifdzu al-nasl). Spirit perlindungan terhadap anak yang secara konkrit terwujud dalam perlindungan jiwa (hifdzu al-nafs), merupakan tujuan penetapan hukum Islam (maqasid alsyariah). Atas dasar pemikiran tersebut, Putusan MK tidak hanya berakibat terhadap reposisi keberpihakan hak kewarisan anak, tetapi berakibat pula dalam menjamin dan melindungi hak-hak anak lainnya seperti hak memperoleh nafkah, hak perwalian, dan hak alimentasi dari ayah biologis. Oleh karena itu, meskipun transformasi prinsip persamaan dan keadilan dalam Putusan MK sesuai dengan prinsip universalitas dan keadilan fitrah, kontekstualisasi Putusan MK yang melebihi tuntutan pihak pemohon (Aisyah Mokhtar dan Muhammad Iqbal) harus tetap dibatasi hanya berakibat hukum dalam perkara waris dan dalam konteks anak luar kawin sebagai hasil perkawinan sirri dalam perspektif formalisme hukum.

selengkapnya KLIK DISINI

Lokasi Kantor